Minggu, 28 Agustus 2011

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI
NOMOR 3 TAHUN 2008
TENTANG
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR JAMBI,

Menimbang : a. bahwa Provinsi Jambi memiliki wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan laut dengan garis pantai sepanjang 211,9 km merupakan wilayah yang kaya secara ekonomis dan ekologis,perlu dikelola dan dimanfaatkan secara bijaksana, adil, berdaya guna dan berhasil guna dalam menunjang penigkatan pembangunan daerah serta pembangunan nasional secara berkelanjutan;
b. bahwa sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil dan pulau-pulau kecil perlu dikelola secara optimal, selaras, lestari melalui upaya bersama antara pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan pemangku kepentingan lainnya secara adil dan bijaksana;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu dibentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 61 Tahun 1953 tentang Penetapan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swantantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi, dan Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 75)sebagai undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112);
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 1060);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2294);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eklusif Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3122);
5. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nation Convention on The Law of The sea (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319);
6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembara Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
7. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427);
8. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3493);
9. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647);
10. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
11. Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Abitrase dan Penyelesaian Masalah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872);
12. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888)sebagaimana telah diubah, dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomr 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4310);
13. Undang-undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3903);
14. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
15. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);
16. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4433);
17. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang NOmor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
18. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
19. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-palau kecil(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84;Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4739);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomr 8132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomr 3776);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomr 3816);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
23. Peraturan Pemerintah 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
25. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung;
26. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAMBI
dan
GUBERNUR JAMBI

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Provinsi adalah Provinsi Jambi.
2. Gubernur adalah Gubernur Jambi
3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia.
5. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Orang adalah setiap orang perseorangan dan/atau badan hukum.
7. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
8. Pulau-pulau kecil adalah kumpulan pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km beserta kesatuan ekosistemnya.
9. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah suatu proses perencanaan,pemanfaatan,pengawasan dan pengendalian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan yang mengintegrasikan kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat,perencanaan antara sektor, pemerintah dengan pemerintah daera, antara ekosistem darat dan laut, antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatakan kesejahteraan masyarakat.
10. Sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil adalah summberdaya alam hayati dan sumberdaya nonhayati yang meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun,mangrove serta biota laut lainnya termasuk pasir dan sumberdaya buatan serta jasa-jasa lingkungan yang berupa keindahan panorama alam yang terdapat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan pulau-pulau kecil.
11. Renacana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disingkat dengan RSWP-3K adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan sasaran dan strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan indikator yang tepat unutuk memantau rencana tingkat nasional.
12. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disingkat dengan RZWP-3K adalah rencana yang menentukan arahan penggunaan sumberdaya dari masing-masing satuan disertai penetapan kisi-kisi tata ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin.
13. Rencana Pengeloalaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disingkat dengan RSWP-3K adalah rencana yang memuat susunan kerangka kebijakan,prosedur dan tanggung jawab dalam rangka pengkoordinsian pengambilan keputusan diantara berbagai lembaga/instansi pemerintah provinsi mengenai kesepakatan penggunaan sumberdaya atau kegiatan pembangunan di kawasan perencanaan.
14. Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disingkat dengan RAPWP-3K adalah rencana yang memuat penataan waktu dan anggaran untk beberapa tahun ke depan secara terkoordinasi untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan oleh instansi-instansi pemerintah, guna mencapai tujuan pengelolaan sumberdaya dan pembangunan di kawasan perencanaan.
15. Zona adalah ruang yang penggunaanya disepakati bersama antar berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya.
16. Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil.
17. Kawasan adalah bagian dari wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan pulau-pulau kecil yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosisal dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.
18. Kawasan pemanfaatan umum adalah bagian dari wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang ditetapkan peruntukkannya bagi berbagai sektor kegiatan.
19. Ekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan, dan organisme lainnya serta proses yang menghubungkan mereka dalam membentuk keseimbangan,stabilitas dan produktivitas.
20. Bio-rkoregion adalah bentang alam yang berada di dalam satu hamparan kesatuan ekologis yang dibatsi oleh batas-batas alam, misalnya daerah aliran sungai,teluk dan arus.
21. Perairan pesisir dan pulau-pulau kecil adalah lautan yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau estuari, teluk,perairan dangkal, rawa payau dan laguna.
22. Konservasi adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sirat, dan fungsi ekologis sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil agar senantiasa tersedia dalam kondisi yang memadai untuk memenuhi kebutuhan manusia dan mahluk hidup lainnya, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.
23. Rehabilitasi adalah proses pemulihan dan perbaikan kondisi ekosistem atau populasi yang telah rusak walaupun hasilnya mungkin berbeda dari kondisi semula.
24. Daya dukung adalah kemampuan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil untuk mendukung perikehidupan manusia hidup lain dalam bentuk berbagai kegiatan ekonomi yang dapat didukung oleh suatu ekosistem.
25. Pencernaan pesisir dan pulau-pulau kecil adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup,zat energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil oleh kegiatan manusia sehingga kualitas pesisir dan pulau-pulau kecil turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
26. Komisi Pesisir dan pulau-pulau kecil dan Pulau-pulau kecil Provinsi yang selanjutnya disebut komisi adalah lembaga koordinasi dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan pulau-pulau kecil.
27. Pemangku kepentingan utama adalah para pengguna sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil dan pulau-pulau kecil yang mepunyai kepentingan langsung seperti nelayan tradisional dan/atau modern, pembudidaya ikan, pengusaha wisata bahari,pengusaha perikanan,dan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.
28. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya pemberian fasilitas, dorongan atau bantuan kepada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil agar mampu menentukan pilihan yang terbaik dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil secara lestari.
29. Masyarakat Pesisir dan pulau-pulau kecil adalah masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang terdiri dari masyarakat adat dan masyarakat lokal.
30. Masyarakat Lokal adalah kelompok masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang memperlihatkan tata kehidupan sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagi nilai-nilai yang berlaku umum tetapi tidak sepenuhnya tergantung terhadap sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil tertentu.
31. Gugatan perwakilan adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar dalam rangka mengajukan tuntutan atas dasar kesamaan permasalahan,fakta hukum dan tuntutan ganti rugi.

BAB II
ASAS TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2
Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil pada asas :
a. keterpaduan;
b. keberlanjutan;
c. konsitensi;
d. kemitraan;
e. desentralisasi;
f. akuntabilitas;
g. pemerataan;
h. peran serta masyarakat;
i. keterbukaan;
j. kepastian hukum dan
k. keadilan
Pasal 3
Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan dengan tujuan untuk :
a.memperbaiki dan mendorong inisiatif pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil serta memperkuat kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan masyarakat dalam pengeloalaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan prinsip-prinsip dalam peraturan daerah ini;
b.melindungi, mengkonversi, memanfaatkan, merehabilitasi dan meperkaya sumberdaya pesisir dan memperkaya sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologis secara berkelanjutan;
c.memperbaiki kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, serta mendorong inisiatif pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil oleh masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil melalui pengakuan hak masyarakat, pemberdayaan masyarakat, serta menumbuhkan rasa tanggung jawab; dan
d.menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Pasal 4
Ruang lingkup peraturan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menurut Peraturan Daerah ini meliputi:
a.wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan pesisir kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, kearah laut sejauh dua belas (12) mil laut yang diukur mulai dari garis pantai.
b.wilayah kepulauan atau pulau-pulau yang berdasarkan Undang-Undang pebentukan Provnsi Jambi dan Undang-undang Pembentukan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, telah menjadi bagian dari wilayah Provinsi Jambi.

BAB III
PENETAPAN BATAS PENGELOLAAN WILAYAH LAUT
KEWENANGAN PROVINSI

Pasal 5
(1)Penentuan batas pengelolaan wilayah laut kewenangan provinsi dilakukan bersama-sama dengan provinsi tetangga.
(2)Batas pengelolaan wilayah laut kewenangan provinsi berupa daftar titik-titik koordinat geografis yang dihubungkan dengan garis lurus dan menunjukan batas luar wilayah laut kewenangan provinsi.
(3)Penetapan batas pengelolaan wilayah laut kewenangan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan ke dalam peta dengan skala tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4)Batas pengelolaan wilayah laut kewenangan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 6
(1)Dalam hal wilayah laut provinsi berbatasan langsung dengan wilayah laut provinsi tetangga yang letaknya saling berhadapan yang lebar lautnya kurang dari 24 (dua puluh empat) mil laut, batas luar wilayah laut masing-masing provinsi ditetapkan melalui penarikan garis tengah.
(2)Dalam hal wilayah laut provinsi berbatasan langsung dengan wilayah laut provinsi tetangga yang letaknya saling berdampingan, penentuan batas laut ditetapkan berdasarkan musyawarah.

Pasal 7
Penetapan batas pengelolaan wilayah laut kewenangan Pemerintah Kabupaten dilakukan setelah pengelolaan wilayah laut kewenangan provinsi ditetapkan secara definitif.

BAB IV
PERENCANAAN
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 8
(1)Perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil disusun menurut tahap-tahap perencanaan yang terdiri dari: RSWP-3KWP-3K,RZWP-3KWP-3K,RPWP-3KWP-3K dan RAPWP-3K.
(2)RSWP-3KWP-3K,RZWP-3KWP-3K, RPWP-3KWP-3K dan RAPWP-3K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dokumen perencanaan sebagai pedoman dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(3)Dokumen perencanaan merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah Provinsi.

Bagian Kedua
Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Pasal 9
(1)Pemerintah Provinsi menetapkan visi, misi, tujuan, sasaran dan strategi perencanaan berdasarkan kesepakatan pemangku kepentingan.
(2)RSWP-3K memuat indikator kinerja untuk mengukur tingkat keberhasilan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(3)RSWP-3K disusun secara konsisten, sinergis dan terpadu serta merupakan alat pengendali pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Pasal 10
(1)RSWP-3K sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) memfasilitasi pemerintah provinsi dalam mencapai tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana tercantum dalam Program Pembangunan Daerah.
(2)Penyusunan rencana strategis pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dilakukan secara terpisah dari rencana strategis pembangunan daerah.

Pasal 16
Masa berlaku RZWP-3K selama 20(dua puluh)tahun dan dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya setiap 5(lima) tahun sekali.

Pasal 17
RZWP-3K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14,Pasal 15 dan Pasal 16 merupakan bagian Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Provinsi.

Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut mengenai RZWP-3K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15 dan Pasal 16 diatur dengan Peraturan Gubernur.

Bagian Keempat
Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Pasal 19
RPWP-3K merupakan bagian dari tahap perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) yang diperuntukkan:
a. membangun kerjasama antara pemerintah, pengusaha dan masyarakat;
b.menjadi dasar yang disepakati untuk melakukan peninjauan secara sistematik terhadap usulan pembangunan;
c. menetapkan prosedur dalam proses perijinan;
d. menciptakan tertib administrasi; dan
emenyelaraskan koordinasi dalam pengambilan keputusan di antara instansi terkait dalam pemberian ijin.
f.merumuskan tata cara pengawasan, evaluasi dan perbaikan rencana-rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terpadu RPWP-3K; dan
g. mengkoordinasi inisiatif-inisiatif perencanaan.

Pasal 20
RPWP-3K disusun berdasarkan:
a. kebijakan-kebijakan dan orientasi di dalam RSWP-3K dan RZWP- 3K; dan
b. aspirasi para pemangku kepentingan.

Pasal 21
Masa berlaku RPWP-3K selama 5 (lima) tahun dan dapat ditinjau kembali satu kali.

Pasal 22
Ketentuan lebih lanjut mengenai RPWP-3K sebagaimana dimaksud dalam pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 diatur dengan Peraturan Gubernur.

Bagian Kelima
Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Pasal 23
(1) RAPWP-3K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) memuat jadwal kegiatan dan penganggarannya.
(2) RAPWP-3K berlalku 1 (satu) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun.
(3) RAPWP-3K ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.

BAB V
PEMANFAATAN
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 24
(1)Kegiatan pemanfaatan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi eksplorasi, eksploitasi dan budidaya sumberdaya hayat, serta pembangunan sarana, prasarana dan pemanfaatan jasa lingkungan.
(2)Pemnafaatan diwilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pemanfaatan bukan untuk tujuan usaha dan pemanfaatan untuk tujuan usaha.

Bagian Kedua
Pemanfaatan Bukan Untuk Tujuan Usaha

Pasal 25
(1)Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil bukan untuk tujuan usaha tidak diwajibkan untuk memiliki ijin.
(2)Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil bukan untuk tujuan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diregistrasi.
(3)Dalam hal pemanfaatan yang bukan untuk tujuan usaha dengan kondisi dan kegiatan yang bersifat khusus diharuskan untuk memiliki ijin.

Bagian Ketiga
Pemanfaatan Untuk Tujuan Usaha

Pasal 26
(1)Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil untuk kegiatan usaha diwajibkan memiliki ijin.
(2)Pengusahaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil sebagimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada perseorangan atau badan hukum.

Pasal 27
Pemanfaatan dan pengusahaan sebagimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1) meliputi pengusahaan permukaan laut,kolom air dan dasar laut.

Pasal 28
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, jenis dan tata cara pemanfaatan bukan untuk tujuan usaha dan untuk tujuan usaha sebagiamana dimaksud dalam pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 27 diatur dengan Peraturan Gubernur.

Bagian Keempat
Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil

Pasal 29
(1)Pemanfaatan bukan untuk tujuan usaha dan/atau untuk tujuan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 dapat dilaksanakan di pulau-pulau kecil.
(2)Pemanfaatan pulau-pulau kecil diselenggarakan untuk salah satu atau lebih untuk kepentingan:
a. Konservasi
b. penelitian dan pengembangan;
c. pendidikan dan pelatihan;
d. budidaya laut;
e. kepariwisataan
f.usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari;
g. pertanian organik; dan atau
h. peternakan
(3)Pemanfaatan dan pengusahaan perikanan dapat dilakukan di pulau-pulau kecil yang tidak memiliki kerentanan tinggi terhadap perubahan ekosistem.

Pasal 30
Dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil perlu dilakukan upaya identifikasi inventaris, pemberian nama dan pengusahaan secara efektif.

Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan pulau-pulau kecil diatur dengan Peraturan Gubernur.

BAB VI
SEMPADAN PANTAI

Pasal 32
(1)Daerah menetepkan batas sempadan pantai yang disesuaikan dengan karakteristik topografi, biofisik, hidro-oseanografi, kebutuhan ekonomi dan budaya.
(2)Daerah menetapkan batas sempadan pantai di wilayah perkotaan dan wilayah perdesaan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Penetapan batas sempadan pantai yang diperuntukkan:
a. Perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami;
b. perlindungan pantai dari erosi, instrusi dan abrasi;
c. Perlindungan sumberdaya buatan dari bahaya badai,banjir dan becana lainnya;
d. Perlindungan terhadap ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil;
e. Pengaturan ruang unutk saluran air limbah dan air kotor, dan
f. Perlindungan hak akses publik.

BAB VII
KONSERVASI

Pasal 33
Kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil terdiri dari:
a. Zona inti;
b. Zona penyangga; dan
c. Zona pemanfaatan terbatas.

Pasal 34
(1) Inisiatif pengusulan kawasan konsevasi pesisir dan pulau- pulau kecil dapat dilakukan oleh :
a. perorangan
b. kelompok masyarakat;dan/atau
c. instansi pemerintah.
(2) Kawasan yang diusulkan harus didukung oleh informasi dan data yang cukup mengenai:
a.ekologi, termasuk biofisik, daya dukung lingkungan, keanekaragaman hayati serta ancaman-ancaman yang berdampak terhadap kelestarian ekosistem dan biota yang ada didalamnya;
b.kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat di dalam dan di sekitar calon kawasan konservasi;
c.kepentingan atau keterkaitan kawasan tersebut untuk kawasan ekologi lainnya dalam suatu jaringan kesatuan ekologis;
d.aspirasi, keinginan dan nebutuhan masyarakat lokal yang menggunakan kawasan tersebut, termasuk penggunaan untuk kepentingan tradisional atua budaya;
e. kapasitas dan kemampuan untuk mengelola kawasan tersebut;
f. informasi lain berdasarkan karakteristik setempat yang signifikan;
(3)Penetapan kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil tingkat provinsi berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat(2), setelah mendengarkan pertimbangan dari bupati terkait dan masukan dari berbagi pemangku kepentingan.
(4)Penetapan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tertentu sebagai konservasi ditetapkan dengan Peraturan Gubernur dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII
REHABILITASI

Pasal 35
(1)Rehabilitasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil wajib dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan ekosistem dan atau keanekaragaman hayati setempat.
(2) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilakukan dengan cara :
a. pengkayaan sumberdaya hayati
b. perbaikan habitat;
c. perlindungan spesies biota laut untuk tumbuh dan berkembang alami;
d. penghentian pemberian izin.
(3)Rehabilitasi sumberdaya non hayati dilakukan dengan cara yang ramah lingkungan.

Pasal 36
Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada pasal 35 dilakukan oleh Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten,dan/atau setiap orang yang secara langsung atau tidak langsung memperoleh manfaat dari wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Pasal 37
(1)Reklamasi dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat dan/atau nilai tambah wilayah dan sumberdaya.
(2) Reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
a.menjaga keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil;
b.menjaga keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan; dan
c.memperhatikan persyaratan teknis pengambilan, pengerukan dan penimbunan material.
(3)Perencanaan dan pelaksanaan reklamasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IX
PENGENDALIAN PEMBERIAN IJIN
Bagian kesatu
Umum

Pasal 38
(1)Kegiatan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil di dalam zona dikendalikan dengan sistem perijinan.
(2)Zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengindikasikan jenis dan jumlah ijin yang akan diberikan.
(3)Sistem dan mekanisme perijinan hatus berpedoman pada dokumen perencanaan.

Bagian Kedua
Sistem dan Mekanisme

Pasal 39
(1) Sistem dan mekanisme perijinan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (3) harus disesuiakan dengan :
a. RZWP-3K dan RPWP-3K ; dan
b. persyaratan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem dan mekanisme perijinan diatur dengan Peraturan Gubernur.

Bagian Ketiga
Persyaratan

Pasal 40
(1)Setiap kegiatan pengusahaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 wajib memenuhi persyaratan teknis dan admininstrasi.
(2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kesesuaian dengan RZWP-3K;
b. besaran dan volume pemanfaatan sesuai dengan hasil konsultasi publik dan
c. pertimbangan ilmiah.
(3) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. dokumen administrasi sesuai dengan RPWP-3K;
b. rencana dan pelaksanaan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil;dan
c. sistem pengawasan dan sitem pelaporan.

Pasal 41
Proses pemebrian ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dilakukan melalui pengumuman secara terbuka.

Bagian Keempat
Tindakan Administratif

Pasal 42
Permohonan ijin harus ditolak apabila kegiatan yang dimohonkan :
a. tidak sesuai dengan ketentuan dalam RZWP-3K dan RWP-3K;
b. mengandung ancaman yang serius terhadap kelestarian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. tidak di dukung bukti ilmiah;
d. menimbulkan kerusakan yang diperkirakan sulit dipulihkan; atau
e. memanfaatkan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelebihan.

Pasal 43
Tindakan administrasi atas pelanggaran ijin dapat dilakukan berupa pembekuan,pembantalan atau pencabutan.

Pasal 44
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan adminstratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 dan pasal 43 diatur dengan Peraturan Gubernur.

BAB X
PERBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Pasal 45

Dalam pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil perlu dilakukan pembinaan yang meliputi :
a.memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, penyuluhan dan study banding dalam peningkatan pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil;
b.memfasilitasi penerapan teknologi dan pengembangan budidaya sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil;
c.memfasilitasi kerja sama antar kabupaten untuk meningkatkan potensi dan produktivitas masyarakat, dan
d.memfasilitasi Lembaga Swadaya Masyarakat dalam pemberian bantuan teknis dan pendampingan kepada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.

BAB XI
JAMINAN LINGKUNGAN

Pasal 46
Dalam pengusahaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memberikan jaminan lingkungan yang diserahkan kepada pemerintah Daerah yang dipergunakan untuk pemulihan dan perbaikan lingkungan.

Pasal 47
(1)Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 diwajibkan untuk:
a. membuat kajian lingkungan;
b. membuat rencana rehabilitasi dan perlindungan lingkungan;dan
c. melibatkan dan memberdayakan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2)Setiap usaha yang dilakukan oleh perseorangan atau badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat(1) harus memperhatikan dampak yang merusak lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil serta merugikan pihak-pihak tertentu.

Pasal 48
(1)Perseorangan atau badan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat (2) yang kegiatannya menimbulkan perusakan lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil dan merugikan pihak-pihak tertentu wajib memberikan ganti rugi.
(2)Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pihak yang terkena dampak dengan penanggung jawab kegiatan yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah.

BAB XII
KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Komisi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Pasal 49
(1)Dalam rangka melaksanakan program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, Gubernur dapat membentuk Komisi.
(2)Keangotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari wakil instansi pemerintah di daerah, akademi, fungsional, organisasi non pemerintah, perwakilan kelompok masyarakat dan dunia usaha, diketuai oleh Gubernur.

Pasal 50
(1)Komisi mempunyai tiga fungsi utama meliputi fungsi perencanaan, fungsi pelaksanaan dan fungsi lingkungan hidup.
(2)Dalam perencanaan pengelolaan Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, komisi berfungsi :
a. mengkoordinasikan perencanaan pemanfaatan ruang sumberdaya pesisir dan pualau-pulau kecil;
b.menfasilitasi peranserta masyarakat dalam perumusan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
c.mengutamakan transparansi melalui penyelenggaraan konsultasi publik sebelum dokumen perencanaan ditetapkan;
d.menfasilitsikan perencanaan dan pelaksanaan mitigasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
(3) Dalam Pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil, komisi berfungsi :
a. mengkoordinasi pelaksanaan pemanfaatan ruang dan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil;
b. menfasilitasi pelaksanaan fungsi pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan yang telah diterbitkan izinnya;
c.mennyebarkan informasi mengenai kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil;
d.menfasilitasi penyelesaian sengketa dalam pemanfaatan ruang sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil;
e.mendirikan dan mengelola pusat data dan informasi sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil.
(4) Dalam rangka pelestarian lingkungan hidup dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, komisi berfungsi :
a. melakukan pemantauan dan pengkajian terhadap kondisi lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil;
b.Penyampaian rekomendasi kepada Gubernur untuk menetapkan keputusan dalam perizinan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
c. melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap dampak pemanfaatan ruang dan sumberdaya pesisir dan pulau- pulau kecil;dan
d. melaksanakan tugas lain yang dibebankan oleh Gubernur berkenaan dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi, keanggotaan serta mekanisme kelembagaan Komisi diatur dengan Peraturan Gubernur.

Bagian Kedua
Program Kemitraan Bahari

Pasal 51
(1)Dalam rangka peningkatan kapasitas pemangku kepentingan utama dalam pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dibentuk Program Mitra Bahari sebagai forum kerjasama antara pemerintah daerah, perguruan tinggi,dunia usaha dan Lembaga profesi.
(2)Program Mitra Bahari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh pemerintah provinsi dalam rangka penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(3) Program Mitra Bahari difokuskan pada kegiatan-kegiatan untuk membantu:
a. pengembangan strategi kebijakan ;
b. pendampingan atau penyuluhan;
c. pendidikan, pelatihan;dan
d. penelitian terapan ilmu pengetahuan.
(4)Pedoman umum mengenai Program Mitra Bahari diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.

BAB XII
DATA DAN INFORMASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Pasal 52
(1)Untuk menunjang pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, Pemerintah Provinsi mengelola data dan informasi mengenai wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2)Data dan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dimanfaatkan oleh setiap orang dan/atau pemangku kepentingan dengan tetap memperhatikan kepentingan pemerintah provinsi.
(3)Setiap orang yang memanfaatkan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan/atau kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pihak yang mengelola wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menyampaikan data dan informasi mengenai wilayah dan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dimanfaatkannya kepada Pemerintah Provinsi.
(4)Pedoman pengelolaan data dan informasi tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

BAB XIV
PEMBIAYAAN

Pasal 53
(1)Pembiayaan bagi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
(2)Selain dari Anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Pembiayaan bagi perencanaan,pelaksanaan dan evaluasi program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. dapat diperoleh dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dana hibah dan sumber-sumber dana lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB XV
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 54
(1)Pengawasan dan/atau pengendalian diselenggarakan untuk menjamin pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu dan berkelanjutan.
(2)Pemantauan, pengamatan lapangan dan/atau evaluasi dilakukan dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(3)Masyarakat dapat berperanserta dalam proses pemantauan, pengamatan lapangan dan evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Pasal 55
Pengawasan terhadap proses perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan secara terkoordinasi oleh instansi terkait bersama organisasi pengelola dan masyarakat.

Pasal 56
Pengawasan oleh masyarakat dilakukan melalui penyampaian laporan dan/atau pengaduan kepada pihak yang berwenang.

BAB XVI
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 57
(1)Penyelesaian sengketa pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil pada tahap pertama diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.
(2)Upaya penyelesaian sengketa pada tahap pertama sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat dilakukan dengan alternatif penyelesaian sengketa atau arbitrase sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)Dalam hal penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat(2) tidak tercapai, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian melalui pengadilan.

Pasal 58
(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan.
(2) Tata cara mengenai gugatan perwakilan mengacu pada peraturan perundang-undangan.

BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 59

(1)Peraturan perundang-undangan daerah tentang pengelolaan wilayah dan pulau-pulau kecil yang ditetapkan sebelum lahirnya peraturan dan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah.
(2)Semua peraturan perundang-undangan daerah termasuk Peraturan Daerah Kabupaten dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang ditetapkan sebelum Peraturan Daerah ini harus sudah menyesuaikan selambat-lambatnya dua tahun semenjak ditetapkannya Peraturan Daerah ini.

BAB XVIII
KETENTUAN PEBUTUP

Pasal 60
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 61
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak diundangkan agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam lembaran daerah provinsi jambi.

Ditetapkan di jambI
Pada tanggal 21 April 2008

GUBERNUR JAMBI
dto


H.ZULKIFLINURDIN
Diundangkan di jambi
pada tanggal 1 April 2008

Pit SERETARIS DAERAH PROVINSI JAMBI,



H.SYAFRUDDIN EFFENDI, SH

LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAMBI TAHUN 2008 NOMOR 3

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI
NOMOR 3 TAHUN 2008
TENTANG
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
I. UMUM
1. Dasar Pemikiran
Provinsi jambi secara geografis terletak antara 0 45' sampai 2 45'lintang selatan dan antara 101 10 sampai 105 55 bujur timur, dengan luas wilayah 53.435 Km2, meliputi kawasan daratan dan lautan. luas kawasan laut mencapai 12.993,24 km2 dengan garis pantai sepanjang 211,9 km, meliputi tiga gugusan pulau dengan 19 pulau-pulau kecil, sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pesisir dan laut merupakan suatu kawasan yang memiliki ciri-ciri sebagai wilayah yang sangat dinamik dengan perubahan-perubahan biologis kimiawi geologis yang sangat cepat. ditempat ini terdapat ekosistem yang produktif dan beragam yang merupakan tempat bertelur dan berlindung berbagai jenis spesies, terumbu karang.hutan bakau, estuaria, pantai serta bukti pasir yang juga merupakan pelindung alam yang penting dari erosi banjir dan badai. Ekosistem pantai dapat berperan dalam mengurangi akibat polusi dari daratan dan sebagai tempat tinggal manusia, untuk sarana trasportasi dan rekreasi.
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki potensi yang kaya secara ekonomis dan ekologis, seperti tempat untk fasilitas pelabuhan dan industri, sumber mineral dan petambangan :minyak, gas,emas,pasir,sumber energi,tempat yang sangat disenangi untuk kegiatan pariwisata resort dan tujuan berlibur, sumber obat, pangan dan gizi manusia.Oleh karena itu memiliki nilai penting dalam menunjang pembangunan daerah dan pemberdayaan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Selama ini potensi yang besar dari wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil masih belum dikelola secara optimal. Disisi lain sebagai dampak dari pengelolaan yang kurang memperhatikan prinsip kelestarian lingkungan, berpotensi pula bagi kerusakan lingkungan.Oleh karena itu, dipandang perlu untuk meningkatkan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dan laut dan memberdayakan masyarakat serta memperbaiki cara pengelolaan sehingga pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dan laut dapat lebih berhasil guna dan berkelanjutan.
Pengaturan tentang peranserta masyarakat dalam peraturan daerah ini dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan yang optimal sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengabaikan kepentingan akan prinsip-prinsip kelestarian fungsi lingkungan.

2. Asas
Untuk mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara optimal dan lestari dalam peraturan daerah ini ditetapkan asas-asas pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi:keterpaduan,Berkelanjutan,konsistensi,desentralisasi,kepastian hukum,dan akuntabel,keadilan,keterbukaan,peran serta masyarakat,pemerataan,kemitraan.

3. Sasaran
Pengelolaan Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan untuk mencapai sasaran:
a.terlindungi dan termanfaatkannya sumberdaya pesisir melalui pengembangan program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu;
b.terselenggaranya pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berbasis masyarakat.;
c.terciptanya keseimbangan pembagian wewenang dan tanggung jawab antara provinsi,kabupaten dan desa pesisir dalam pelaksanaan program-program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
d.terciptanya kepastian hukum dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
e.meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya;

4. Kedudukan hukum
Peraturan Daerah ini hanya memuat ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan wilayah pesisir.Kedudukan hukum perda ini adalah sebagai "payung" dan acuan bagi:
a.pembentukan peraturan perundang-undangan daerah Provinsi Kabupaten/Kota (perda dan peraturan kepala daerah)yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
b.penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan daerah,Provinsi/Kabupaten/Kota (perda dan peraturan kepala daerah)yang ada dan masih berlaku yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

5. Lingkup Pengaturan
Lingkup pengaturan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menurut Peraturan Daerah ini meliputi:
a.wilayah daratan sampai wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur serta ruang laut sampai dua belas (12) mil laut yang diukur mulai dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan;
b.wilayah kepulauan atau pulau-pulau yang berdasarkan undang-undang pembentukan provinsi Jambi telah menjadi bagian dari wilayah provinsi jambi;dan
c.kewenangan pengaturan terhadap Gugusan Pulau Berhala tetap masuk dalam pengaturan Peraturan Daerah ini dengan alasan :
1).sesuia dengan Undang-undang Pembentukan Kabupaten Tanjung Jabung Timur dalam Provinsi Jambi,gugusan pulau tersebut termasuk dalam wilayah administrasi pemerintahan daerahnya,
2)secara historis di dalam Pemerintahan Kesultanan Jambi,wilayah gugusan Pulau Berhala telah menjadi wilayah kekuasaannya,
3)secara geografis ,sosial, budaya dan ekonomi, kegiatan masyarakat di gugusan Pulau Berhala, Lebih dekat dan banyak berinteraksi dengan kabupaten Tanjung Jabung Timur dalam Provinsi Jambi,
4)Undang-undang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau Nomor 25 Tahun 2002, dalam penjelasannya, menyatakan bahwa Pulau Berhala temasuk wilayah administrasi Provinsi Jambi,dan
5)secara politis,penduduk Pualu Berhala mengakui sebagai bagian dari masyarakat Jambi, terbukti dengan keikutsertaan masyarakat tersebut dalam Pemilihan Umum.

6. Kelembagaan
Agar Peraturan Daerah ini dapat mencapai sasaran secara efektif, maka diatur pembentukan Komisi Pesisir Provinsi dan Laut Kabupaten sebagai wadah dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecl secara terpadu.

7. Pengawasan dan Pengendalian
Kegiatan pengawasan dan pengendalian dilakukan melalui:
a.Pemantauan dan pengawasan dilakukan untuk mengetahui kenyataan apakah terdapat penyimpangan pelaksanaan dari rencana strategis, rencana mintakat, rencana pengelolaan, serta bagaimana implikasi penyimpangan tersebut terhadap perubahan kualitas ekosistem pesisir.
b.Pengendalian dilaksanakan untuk mendorong agar penempatan sumber daya diwilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang sesuai dengan rencana pengelolaan wilayah pesisirnya.
c.Penegakan hukum dilaksanakan untuk memberikan sanksi terhadap pelanggaran baik berupa sanksi administrasi misalnya pembatalan izin atau pencabutan hak;sanksi perdata misalnya pengenaan ganti rugi;dan sanksi pidana baik penjara,kurungan atau maupun denda.

II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Huruf a
Asas keterpaduan dikembangkan dengan mengintegrasikan antara kebijakan dan perencanaan berbagai sektor pemerintahan pada tingkat daerah, keterpaduan ekosistem,dengan menggunakan masukan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membantu proses-proses pengeloalan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Huruf b
Asas berkelanjutan diterapkan agar pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuia dengan kemampuannya sehingga tidak mengorbankan kebutuhan generasi ynag akan datang dan pemanfaatan sumber daya yang belum diketahui dampaknya, harus dilakukan secara hati-hati dan didukung oleh penelitian ilmiah yang memadai.
Huruf c
Asas konsistensi merupakan konsistensi antara berbagai instansi yang mempunyai kewenangan dalam pembinaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan tingkatan pemerintahan, mulai dari proses perencanaan,pelaksanaan dan pengawasan untuk melaksanakan program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang efisien.
Huruf d
yang dimaksud dengan asas kemitraan adalah merupakan kesepakatan kerja sama antara pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Huruf e
Asas desentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintahan dari pemerintah kepada pemerintah daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan di bidang pengelolaan wilayah pesisir dan pualu-pulau kecil.
Huruf f
yang dimaksud dengan asas akuntabilitasi adalah pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan.
Huruf g
yang dimaksud dengan asas pemerataan adalah bahwa manfaat ekonomi sumberdaya pesisir dapat dinikmati oleh sebagian besar angota masyarakat.
Huruf h
yang dimaksud dengan asas peran masyarakat (1) agar masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil mempunyai peran dalam perencanaan,pelaksanaan, sampai tahap pengawasan dan pengendalian; (2) memiliki informasi yang terbuka untuk mengetahui kebjaksanaan pemerintahan dan mempunyai akses yang cukup untuk memanfaatkan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil; (3) menjamin adanya representasi suara masyarakat dalam keputusan tersebut ;(4) memanfaatkan sumberdaya tersebut secara adil.
Huruf i
yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah adanya keterbukaan bagi masyarakat untuk memperoleh informasinya yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dari tahap perencanaan,Pemanfaatan, pengendalian, sampai tahap pengawasan dengan tetap memperhatikan perlindunngan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
Huruf j
Asas kepatian hukum diperlukan untuk menjamin kepastian hukum yang mengatur pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil secara jelas dan dapat dimengerti dan ditaati oleh semua pemangku kepentingan; serta keputusan yang di buat berdasarkan mekanisme atau cara yang dapat di pertanggung jawabkan dan tidak memarjinalkan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.
Huruf K
Asas keadilan merupakan asas yang berpegang pada kebenaran, tidak berat sebelah, tidak memihak, dan tidak sewenang-wenang dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil.

Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Pulau-pulau kecil yang dimaksud dalam Pasal 4 huruf b meliputi tiga gugusan pulau, yang terdiri dari Gugusan Pulau Berhala, Gugusan Pulau Tujuh dan Gugusan Pulua Nipah.
Gugusan pulau berhala, meliputi: Pulau Berhala, Pulau Telor, Pulau Penyu, dan Pulau Lampu.
Gugusan pulau Tujuh meliputi: Pulau Toti, Pulau Dokan, Pulau Kembang, Pulau Kajang, Pulau Sibia, Pulau Satu, Pulau Meranti, Pulau Lalang, dan Pulau Hiu.
Gugusan Pulau Nipah meliputi: Pulau Tengah, Pulau Watambi, Pulau Mudok, Pulau Burung, dan Pulau Tapak kudo.

Pasal 5
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan skala tertentu adalah skala pemetaan yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Penetapan batas wilayah laut yang menjadi wewenang Pemerintahan Provinsi sejauh 12 mil laut merupakan batas maksimum.Dalam hal terdapat dua provinsi yang berhadapan yang lebar lautnya kurang dari 24 mil laut, maka batas wilayah laut untuk dua provinsi tersebut dibagi sama jarak melalui penetapan garis tengah (median line).
Ayat (2)
Musyawarah dilakukan untuk mencapai mufakat dalam hal tata cara penetapan titik pangkal dan penarikan garis batas kearah laut.
Pasal 7
Penetapan batas wilayah laut secara definitif diperlukan agar dijadikan sebagai acuan dan ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Rencana strategis wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RSWP-3K), rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (R2WP-3K),dan rencana aksi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RAPWP-3K), dapat disusun secara bertahap.
Ayat (3)
Dokumen perencanaan dapat disusun secara terpisah dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah tetapi tetap merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Perencanaan Pembangunan Daerah.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Indikator kinerja dijadikan sebagai dasar penyusunan RPWP-3K dan RAPWP-3K.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penyusunan RSWP-3K, dilakukan secraa tersendiri, terpisah dari rencana strategis pembangunan daerah dengan alasan rencana strategis wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tetap menjadi rujukan, walaupun terjadi perubahan pada rencana strategis pembangunan daerah.
Pasal 11
Masa berlaku RSWP-3K provinsi disesuaikan dengan rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan daya dukung adalah kemampuan sumberdaya pesisir untuk meningkatkan kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya dalam bentuk kegiatan ekonomi yang serasi dalam ekosistem pesisir.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 14
Huruf a
Yang dimaksud dengan kegiatan yang diperbolehkan adalah kegiatan yang sesuai dengan rencana.
Huruf b
Yang dimaksud dengan kegiatan yang dilarang adalah kegiatan bersifat destruktif dan bertentangan dengan rencana.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kegiatan yang memerlukan ijin adalah kegiatan yang dilarang , kecuali setelah memenuhi syarat-syarat teknis dan administrasi perijinan pengelolaan wilayah pesisir.
Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan zona konsevasi adalah bagian dari wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dicadangkan peruntukkannya untuk tujuan perlindungan habitat, perlindungan plasma nutfah dan pemanfaatan secara berkelanjutan. contoh :kawasan konservasi laut daerah, perlindungan laut (marine sanctuary)taman wisata laut, dan lokasi-lokasi bersejarah.
Huruf b
Yang dimaksud dengan Zona pemanfaatan umum adalah bagian dari wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang diperuntukkan bagi berbagai kegiatan. Pengertian zona pemanfaatan umum sama dengan istilah kawasan budidaya di dalam penataan ruang daratan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan zona tertentu adalah zona yang mempunyai fungsi khusus. contoh : Zona untuk kepentingan pertahanan dan keamanan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan alur adalah perairan yang dimanfaaatkan untuk pelayaran. Contoh : Alur laut, Kepulauan Indonesia, Jalur pipa/kabel bawah laut dan jalur migrasi biota laut.
Ayat (2)
Rencana Zona Rinci adalah rencana detail dalam suatu Zona berdasarkan pada arahan pengelolaan di dalam rencana Zonasi yang dapat disusun oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan teknologi yang dapat diterapkan serta ketersediaan sarana yang pada gilirannya menunjukkan jenis dan jumlah ijin yang dapat diterbitkan oleh pemerintah Daerah.
Pasal 16
Masa berlaku rencana zonasi provinsi selama 20 (dua puluh )tahun disesuaikan dengan rencana tata ruang terinci/detail dan evaluasi dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (Lima) tahun.
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal
Huruf a
Pengertian masyarakat termasuk orang perorangan, lembaga swadaya masyarakat, dan perguruan tinggi.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf g
Mengkoordinasikan inisiatif-inisiatif perencanaan dimaksudkan agar perencanaan sektor yang satu dan yang lainnya terintegrasi dalam kesatuan rencana.
Pasal 20
Huruf a
Yang dimaksud orientasi adalah penentuan arah yang hendak dicapai melalui prosedur dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
RAPWP-3K dapat mempunyai visi lebih panjang sampai 3 (tiga)tahun.
Pasal 24
Yang dimaksud dengan eksplorasi adalah kegiatan penjelajahan lapangan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih banyak tentang potensi sumberdaya pesisir.
yang dimaksud dengan eksploitasi adalah pendayagunaan potensi sumberdaya pesisir untuk memperoleh keuntungan, misalnya penambangan, penangkapan ikan dan sebagainya.
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pemanfaatan bukan untuk tujuan usaha adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan minimum keluarga secara tradisional.
Ayat (2)
Registrasi dan pemeliharaan registrasi perlu dilakukan.contoh :untuk keperluan statistik produksi perikanan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan kondisi dan kegiatan yang bersifat khusus adalah lokasi dan kegiatan yang di khawatirkan dapat mengganggu alur pelayaran atau jalur komunkasi seperti : Pembangunan bagan.
Pasal 26
Ayat (1)
Kegiatan pemanfaatan untuk tujuan usaha seperti : Pertanian,budidaya perairan, pariwisata, petambangan, industri, perdagangan, pemukiman kepadatan tinggi (perkotaan)dan Pemukiman kepadatan rendah (pedesaan),termasuk kegiatan penelitian yang digolongkan sebagai penelitian terapan.
Pengaturan tentang pemberian ijin diatur dalam peraturan peundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan kerentanan tinggi terhadap perubahan ekosistem adalah perubahan secara langsung dan drastis yang mempengaruhi ekosistem pulau-pulau kecil.
Pasal 30
Yang dimaksud dengan identifikasi adalah pengenalan kondisi alamiah pulau secara faktual.
yang dimaksud dengan inventarisasi adalah penjumlahan, pemilahan,dan penggolongan sumberdaya yang terdapat di pulau-pulau kecil.
Pemberian nama Pulau-pulau kecil disesuaikan dengan karakteristik setempat dan menggunakan nama/istilah lokal.Hal ini dilakukan untuk kepentingan admnistrasi pemerintahan.
Yang dimaksud dengan pengusaan secara efektif adalah menduduki, membangun sarana dan prasarana, memanfaatkan secara khusus serta mempertahankan pulau-pulau dari berbagai gangguan.
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud denga bencana alam lainnnya adalah longsor, kebakaran hutan, dan tanah amblas.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Pasal 33
Huruf a
Yang dimaksud dengan Zona Inti adalah bagian dari zona konservasi pesisir yang mutlak dilindungi, tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktifitas manusia, pemanfaatan hanya terbatas untuk penelitian terhadap tutupan karang.
Huruf b
Yang dimaksud dengan Zona Penyangga adalah zona peralihan antara yang membatasi zona inti dengan zona pemanfaatan terbatas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan zona Pemanfaatan Terbatas adalah bagian dari zona konservasi pesisir yang pemanfaatannya hanya boleh dilakukan untuk budidaya pesisir, ekowisata dan perikanan tradisional.
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Persyaratan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan mencangkup terjaminnya akses publik dan hak-hak masyarakat adat, berkaitan langsung dengan pemanfaatan perairan pesisir, kualitas biogeofisik lingkungan pesisir, dan rekomendasi teknis dari instansi terkait.Terhadap dampak yang tergolong tidak penting cukup dilengkapi dengan upaya Kelola Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Yang dimaksud dengan pengumuman terbuka adalah pencantuman di papan pengumuman atau media masa.
Pasal 42
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Ancaman serius antara lain: kegiatan yang menggunakan bahan peledak, bahan berbahaya dan beracun, penambangan karang, pencemaran pantai, abrasi dan penebangan hutan mangrove.
Huruf c
Yang dimaksud dengan bukti ilmiah adalah kegiatan berupa studi pendahuluan terhadap rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecilnya dimohonkan ijinnya.
Huruf d
Yang dimaksud dengan kerusakan yang mungkin timbul diperkirakan tidak dapat dipulihkan adalah sumberdaya pesisir menjadi hilang atau tumpasnya fungsi perlindungan alami pesisir.
Huruf e
Yang dimaksud dengan memanfaatkan sumberdaya pesisir secara berkelebihan adalah pemanfaatan sumberdaya pesisir yang tidak sesuai daya dukung pesisir.
Pasal 43
Yang dimaksud dengan pembekuan adalah apabila kondisi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dipakai sebagai dasar pertimbangan pemberian ijin telah berubah.Yang dimaksud dengan pembatalan adalh apabila pemegang ijin tidak memenuhi ketantuan dan syarat-syarat diberikannya ijin atau kondisi wilayah pesisir dan pulau-pulaukecil mengalami kerusakan berat baik kualitas maupun kuantitas, sehingga tidak layak untuk keperluan apapun. Yang dimaksud dengan pencabutan adalah apabila pemegang ijin terbukti menyalahgunakan haknya untuk tujuan yang menyimpang dari tujuan semula atau tidak melakukan perlindungan dan pemeliharaan sepatutnya atau selama berlakunya ijin membiarkan sumberdaya pesisir menjadi rusak tanpa upaya untuk melakukan pencegahan atau penanggulangan.
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Jaminan Lingkungan berupa uang untuk kompensansi lingkungan yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah dilakukan secara terbuka dan disimpan pada bank pemerintah yang ditunjuk.
Pasal 47
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah proses pemulihan dan perbaikan kondisi ekosistem atau populasi yang telah rusak,agar dapat kembali pada kondisi semula.
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan dampak yang telah merusak lingkungan pesisir adalah kegiatan yang menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan pesisir. yang dimaksud dengan pihak-pihak tertentu adalah nelayan dan masyarakat yang berdomisili di wilayah pesisir.
Pasal 48
Ayat (1)
Ganti rugi diberikan sebagai dana kompensasi lingkungan dan kompensasi kerugian yang dialami masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Pengawasan adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar kegiatan sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan.
Pengendalian adalah pengawasan atas kemajuan dengan membandingkan hasil dan sasaran secara teratur serta menyesuaikan kegiatan dengan hasil pengawasan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 55
Keterlibatan Organisasi Pengelola dalam pengawasan bersama instansi terkait hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat koordinatif.
Pasal 56
Cukup jelas
Pasa 57
Ayat (1)
Sengeketa sumberdaya pesisir dapat berupa sengkata dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan/atau sengketa bukan untuk tujuan usaha dan untuk tujuan usaha, misalnya : sengketa antar pengusaha antara para pengelola dan pengusaha dan antar wilayah.
Ayat (2)
Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 60
Cukup jelas.

Pasal 61
Pemerintah provinsi berkewajiban menyebarluaskan peraturan daerah ini kepada masyarakat.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 3